Rabu, 10 April 2013

"MASALAH LOE APA SICH?"


“Dan…ntar siang Loe ada di kantor gak.?( Dade)”
“Ada Boss tumben sms he he he”
Gw maen ke kantor Loe ya”
“Oke Boss”
Dade Sulaiman salah satu sahabat sekampus dahulu yang sekarang menjadi Manajer Accounting sebuah perusahaan pertambangan batu bara di Kalimantan. Anak Bandung asli, orang tuanya seorang Kepala Sekolah SMA Negeri di daerah Dago.
Sudah  lebih dari 15 tahun kami tidak bertemu, biarpun kami terhubung kembali melalui social media. Namun Dade Sulaiman salah satu kawan kami yang sangat jarang memberi komentar di grup yang kami buat.
Ucapan atau komentar yang sering dibuatnya adalah manakala ada kabar duka, itupun seringkali terlambat. Kami memakluminya, hal ini sangat dimungkinkan karena kesibukan kerja.
Padahal saat di kampus dulu, Dade adalah salah satu tokoh di klub pecinta alam dan klub basket kampus kami. Hampir semua gunung di Indonesia sudah ditaklukkkan. Jika main basket Dade menjadi tokoh sentral di fakultas dan kampus kami.
 “Om kok namanya Dade Sulaiman bukan Dede Sulaiman pemain nasional PSSI dahulu, tanyaku saat aku diajak main ke rumahnya”
“Lha kamu kok tahu Dede Sulaiman..?”
“Wah saya penggemar sayap kanan PSSI itu Om, bahkan saya juga tahu kenapa Dede Sulaiman memakai nomor punggung 17 saat di timnas”
“ Apa artinya nomor 17..?” Om Yusman mencoba menebak kemampuanku tentang Dede Sulaiman
“ 17 Agustus adalah hari Kemerdekaan, untuk mengingat betapa beratnya perjuangan para pahlawan dahulu dibandingkan dengan para pemain bola, maka untuk menambah spirit dalam bermain bola saat membela timnas maka Dede Sulaiman memakai nomor 17”
“Wah..hebat juga kamu bisa tahu detail”.
“Halah Om, biasa saja…Apa Om penggemar bola juga Om.?”
“Om dulu sempat menjadi pemain Persib yunior tapi karena cedera  terus dilarang orang tua maka Om kasih nama anak Om, Dade Sulaiman. Biar tidak kelihatan nyontek 100%, Om modifikasi sedikit namanya.”
“Lha kok Dade sama sekali tidak senang bola ya Om, tanyaku dengan antusias”
“Itulah Mas…Om juga tidak tahu” jawab beliau singkat saja.
Maka menjadi kejutan buat saya pribadi manakala Dade tiba-tiba bersedia sms.
Yang aku tahu anak pertama Dade sudah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia melalui jalur bebas tes. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Hanya, tetap saja Dade paling minim komentar dibanding teman-teman kuliah yang tergabung di group social media.
Dade yang saat kuliah sangat cuek dan selalu lekat dengan rokok di tangan, namun sangat cerdas dalam hal pelajaran akutansi. Yang aku tahu saat ini Dade setelah lulus kuliah memulai karir di Batam dan sekarang berkarir di Kalimantan. Saat pernikahannya dengan gadis Jakarta aku tidak bisa hadir. Dan sekarang anaknya 3 itu saja yang aku tahu.
Gaya Dade masih seperti dahulu saat kuliah, tetap cuek dan rokok plus kopi yang tidak ketinggalan. Meski sudah level Manajer namun sepatu yang dipakai tetap buatan Cibaduyut. Saat kuliah dulu sepatu buatan pamannya tersebut salah satu dagangan andalannya.
Setelah berbicara tentang pekerjaan, tentang teman-teman yang beberapa diantaranya sudah menjadi duda atau janda, tentang karir beberapa teman yang meroket di level nasional. Tentang petualangannya di Kalimantan memasuki tahun ke 15.
”Dan…gue denger anak Loe sakit ya..?”
“Iya tapi sekarang sudah lumayan baik”
“Sakit apa..?”
“Sakit PSORIASIS sejenis penyakit kulit yang sampai sekarang belum diketahui penyebab dan obatnya, Aku berusaha menjelaskan semaksimal mungkin”
“Jadi itu Masalah Loe..? Sejak kapan..?sembari menghisap rokok kretek kegemarannya sejak kuliah
“Sejak umur 9 tahun”
"Sekarang umur berapa..?
"11 tahun"
“Sudah berobat kemana saja..?”
“Ke RSCM saja dan rutin berobat ke dokter kulitnya saat kambuh saja  di daerah Pancoran”
“Sudah ke alternatif..?”
“Belum De..kenapa..apa kamu ada referensi.?”
“Enggak juga, soalnya biasanya selain ke medis banyak temen-temen yang kemudian ke pengobatan alternatif yang sebagian besar menjadi syirik atau minimal mendekati syirik”
“Gue mau tanya ama Loe…apa yang temen-temen ketahui tentang Gue dan tentang keluarga Gue.?” Sembari menyalakan rokok ke-tiganya selama kami ngobrol.
“Ya seperti di milis, seperti di grup social media, kalau kamu punya anak yang sekarang kuliah di Fakultas Ekonomi UI dengan jalur bebas test karena prestasinya. Teman-teman cerita kalau anak gadismu sejak SD sampai SMA adalah siswa teladan di sekolahnya , benar khan.?”
“Apalagi..?”
“Kamu punya karir yang cemerlang di dunia pertambangan batu bara meskipun saat di Batam kamu sudah cukup punya karir yang bagus.”
“He he he he..” Tidak salah namun tidak semua tepat, yang kalian tahu tentang Gue dan keluarga Gue hanyalah permukaan saja.
" Gue yakin kalian gak tahu khan kalau anak Gue yang nomor 3 sakit sejak kecil dan sakitnya , sakit yang tidak ada obatnya.”
“Anak Gue yang bontot cowok satu-satunya mengalami keterbelakangan mental jadi jangankan anak Gue sekolah, masuk ke sekolah luar biasa saja tidak diterima karena memang tidak bisa mengikuti pelajarannya, jadi selama ini ya hanya di rumah saja hanya Gue dan bini gue yang jadi guru sekaligus temannya. Apalagi sejak kakaknya kuliah di UI, anak Gue kehilangan banget. Cuma gak bisa ngomong saja dianya.”
“Jadi Gue harap Loe bisa maklum kalau selama ini di milis di grup Gue gak terlalu aktif bukan Gue gak sempet buka milis atau grup, namun Gue selalu pilih-pilih dan pilah-pilah jika mau memberi komentar.”
“Apalagi kalau ada temen kita yang kebingungan saat anak nya sakit dan sempat dirawat di rumah sakit, sepertinya dunia sudah mau kiamat saja, Gue maklum dan mahfum kalau sebagai orang tua kita harus cepat tanggap dan cekatan manakala anak kita sakit namun tidak usah terbirit-birit dan mendramatisir suasana, apalagi sebagian besar teman-teman tinggal di Jabodetabek yang sarana dan prasarana 24 jam ada semua.”
“Sering kalau ketemu teman atau anak buah yang mengeluh Gue bilang Masalah Loe apa sich.?, kalau anak sakit ada dokter, ada rumah sakit, kalau anak ketinggalan pelajaran ada guru privat, ada tempat les.
"Loe lihat saja dibanding  penyakit anak  Loe terang saja anak Gue lebih berat, tapi Gue malu ama Allah kalau masih mengeluh padahal Gue sudah dikasih rejeki yang banyak, karir bagus, anak Gue biarpun keterbelakangan mental tetap rejeki buat Gue,karena berapa banyak temen kita atau saudara kita yang gak punya anak ".   
"Gue ama bini Gue melihat ini sebagai tiket ke surga dengan catatan kami bisa  sabar,  ikhlas dan tawakal”.
"Meskipun di awal-awal dahulu kami  merasa seperti orang yang paling menderita, paling susah, paling berat cobaannya, wajar kalau kami sempat menutupi kekurangan anak kami, tapi setelah kami pikir buat apa kami tutupi?"
"Gue juga sudah bilang ama anak-anak Gue, bahwa tanggung jawab adiknya ada di mereka manakal Gue dan bini Gue sudah gak ada"
"Gue yakin Loe lebih tahu tentang agama dan tentang  hal ini dibanding Gue yang masih belum bisa sholat  tepat waktu, yang belum bisa rajin sholat berjamaah, apalagi kalau subuh. Namun gak ada salahnya kan Gue ngingetin Loe."
"Baru kali ini Gue cerita ama temen tentang kondisi  anak bontot Gue semoga ini bukan ujub bukan riya’ . Gue merasa aja ada yang bisa Gue bagi buat temen-temen, tentang pengalaman hidup Gue,  minimal Gue bisa sharing bahwa bukan kalian aja yang punya masalah, bukan kalian  aja yang mengalami masalah. Dan masalah itu dihadapi dan dicari solusinya bukan dihindari."
"Udah ah Dan..., udah adzan ashar Loe mau jamaah ke masjid khan..??, Gue mau ke bandara. Gue udah janji ama anak Gue kalau Gue gak lama-lama di Jakarta. Ntar kapan-kapan kalau ada waktu kita ngobrol lagi."
Obrolan ba’da dzhuhur sampai menjelang ashar dengan Dade siang ini sungguh membuka wawasan buat Aku pribadi tentang hidup tentang sabar tentang ikhlas dan tentang tawakal. Tentang makna HIDUP.
Tentunya dengan gaya Dade yang tetap seperti dahulu meskipun tidak menyitir ayat-ayat Al Qur’an namun sebenarnya Dade telah menjadi DAI bagi diriku dan keluargaku.
Kita harus bisa menghadapi semua ujian dari Allah Sang Kholiq dengan sabar dengan ikhlas dan dengan tawakal, dan harus ingat bahwa masih banyak yang lebih susah dan lebih berat cobaannya dibanding kita. Karena Allah pasti member cobaan tidak akan melebihi kemampuan diri kita.
Laa yukallifu Allahunafsan illa wus’ahaa ( Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya)  ( QS Al baqarah :286 )
Semua ucapan Dade tadi ibarat mendengar kembali ceramah dhuha dahulu saat masih rajin mendatangi Masjid Arief Rahman Hakim di Salemba atau Masjid Mas Agung di Kwitang, dimana aktifitas-aktifitas itu sudah jarang lagi Aku datangi.
“Sungguh, akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan, berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu…” (QS. Ali Imran: 200)
Kemudian apabila kamu sudah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang sabar. ( QS : Ali Imron 159).

-sebuah catatan dari seorang kawan-

Selasa, 29 Mei 2012

Sing to me the song of the stars.
Of your galaxy dancing and laughing and laughing again.
When it feels like my dreams are so far
Sing to me of the plans that you have for me over again.

So I lay my head back down.
And I lift my hands and pray
To be only yours, I pray, to be only yours
I know now, you're my only hope.

Selasa, 15 Mei 2012

Meniadakan Yang Ada.


Judul yang aneh, tapi ambigu. Menarik untuk dikomentarin. Berhubung sebentar lagi ada seminar dari KPK di sesi terakhir diklatku ini, so, nanti kita lanjut lagi masbro. Menjadi tua itu pasti, membuat hidup bermakna itu pilihan.

------------- 11.00WIB

Ceramah KPK.

-------------13.00 WIB

Kembali ke judul posting. Kalo sepintas kita baca, pasti dugaan kita melayang pada Sunnatullah. Bisa benar bisa nggak. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Kalo saya sih lebih seneng membacanya dalam sudut pandang yang luas. Sengaja gambar diatas diambil dari pesawat Sukhoi Superjet 100 yang baru saja menabrak tebing di gunung Salak Bogor. Pesawat yang dianggap sudah termasuk kategori canggih, dengan pilot yang sangat berpengalaman, akan tetapi tidak bisa melawan takdir. Semoga saja tidak ada orang yang berusaha meniadakan-Nya, namun jika memang ada, sudah sangat jelas jawaban dari-Nya.
Suatu saat ketika kita merasakan makan yang luar biasa enak di rumah, kita wajib berterima kasih kepada istri atau pembantu kita yang memasak. Tapi tetap saja, untuk urusan bersyukur atas makanan tersebut hanya kita ucapkan kepada Allah SWT.
Manusia mengenal adab. Kepada siapa harus bersikap sopan, ramah, berbakti dan lain sebagainya. Rutinitas terkadang membuat kita melupakannya. Materi bisa membuatnya menjadi abu-abu. Allah sesungguhnya sangat dekat dengan kita, namun banyak sekali orang yang merasa jauh dari-Nya. Apalagi manusia?
Surga. Ya, kata itulah yang menjadi tujuan hidup bagi semua manusia. Sudahkah anda memikirkannya?  Allah sudah berjanji bahwa surga dapat dimasuki melalui beberapa pintu. Adakah perantara? Wawallahu 'alam, namun yang jelas seorang anak bisa mendoakan orang tuanya yang sudah tiada. Dan orang tua bisa diusir dari surga gara-gara anaknya yang tidak pernah diajari sholat. Saya yakin, sesuatu yang sudah ditentukan sebagai nilai ibadah oleh Allah SWT bisa menjadi perantara kita masuk surga. Entah dengan memberi nafkah orang miskin, berbakti pada orang tua, menghormati guru, istri/suami, dll. Tidak ada yang mubadzir semua yang diciptakan oleh Allah bagi seluruh umat manusia.
Sering kali kita memang menganggap sepele orang-orang yang berada dekat dengan kita, akan tetapi tanpa adanya dia semua orang merasa sangat kehilangan. Dapat kita bayangkan jika di kantor kita tidak ada tukang sapu sama sekali. Atau tidak ada tukang ambal ban di pinggir jalan. Memang hanya segelintir orang yang masih melihat mereka ketika melintas di depannya. Lain halnya jika kita sedang sial karena ban motor kita kempes oleh paku. Pasti setengah mati kita berusaha mencarinya. Itulah manusia. Tersadar ketika kita sangat membutuhkannya. Tersadar ketika orang itu sudah tiada disisinya. Tersadar ketika orang itu sudah jauh darinya. Tersadar bahwa dirinya sangat membutuhkannya.
Menangkap sesuatu yang tidak nyata memang tidak mudah. Apalagi bila hal tersebut adalah kepribadian, ketauladanan, nilai hidup, prinsip, atau yang lainnya. Semoga kita semua dapat melihat gajah di pelupuk mata kita.

Kamis, 23 Februari 2012

PELANGI

Entah kapan terakhir kali aku melihat pelangi. Sungguh surprise memang sore itu, tak disangka pelangi itu muncul dengan tiba-tiba. Pulang kantor langit memang sudah terlihat mendung. Segera kugeber Honda Vario-ku pulang menuju mess. Alhamdulillah selamat dari hujan. Tapi karena Pak Kabul (temen mess sekaligus Kasi Pabean) sedang sakit dan minta tolong dibeliin bubur, maka belum sempet kubuka helm aku segera cabut lagi. Yah kira-kira 5 km lah jarak rumah makan yang jual bubur. Di sinilah aku sempetin memfoto pelangi itu. Walaupun cuman dengan kamera hape Nokia E72 tapi yah cukup lumayan lah.
Setibanya di tempat yang jual bubur, aku sengaja mencicipnya dulu sekaligus buat makan malam. Karena perut meronta-ronta kala mata ini melihat paket bubur komplet. wkwkwk.....
Dan ketika tiba waktunya pulang, alhamdulillah, ternyata hujan telah turun. Apa mau dikata, terpaksa pake jas hujan. Soalnya adzan maghrib sudah sayup-sayup terdengar.
Pelangi (bianglala) sebenarnya adalah gejala optik dan meteorologi berupa cahaya beraneka warna saling sejajar yang tampak di langit atau medium lainnya. Di langit, pelangi tampak sebagai busur cahaya dengan ujungnya mengarah pada horizon pada waktu terjadi hujan ringan. Pelangi juga dapat dilihat di sekitar air terjun yang deras. Jika dilihat dari warnanya kita tentu ingat waktu SD dulu pak Guru kita ngasih hafalan "mejikuhibiniu"yang artinya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila (lembayung), dan ungu. Kalo warna-warna itu berdiri sendiri-sendiri tentu kurang indah jika dilihat. Tapi begitu bersatu menjadi pelangi, keindahan itu membuat kita sadar akan kuasa-Nya. Subhanallah....
Pun demikian dengan kita hidup di masyarakat, keluarga maupun tempat kerja. Dengan sifat dan pribadi yang berbeda-beda, sungguh kurang etis jika kita muncul sendirian dengan ego kita. Tapi dengan kebersamaan dan kekompakan, Insya Allah kita bisa memberi warna kepada lingkungan kita layaknya "bianglala".....

Minggu, 12 Februari 2012

Tugas Baru, Pengalaman Baru.


10 tahun sudah aku menjadi abdi negara di Kementerian Keuangan. Beberapa kota sudah pernah menjadi lokasi persinggahan dinasku. Mulai dari Jakarta, Bandar Lampung, Jakarta lagi, dan akhirnya Banjarmasin hingga sekarang. Semua kota itu memiliki makna tersendiri bagiku. Jakarta, jelas kota ini yang membuat aku masuk kerja di instansi ini. Disini aku kuliah, magang, hingga direkrut jadi PNS. Bandar Lampung, kota di Sumatera yang paling dekat dengan pulau Jawa. Makanya hidup di kota ini gak terasa kalo kita lagi di luar Jawa. Banjarmasin, ini baru terasa luar Jawanya. (harga tiketnya juga kerasa bangett..)
Sebenarnya kota ini cukup ramai. Hampir semua fasilitas ada. Makanan franchise dari negeri barat sono-pun ada di kota ini. Jalanan macet oleh banyaknya mobil dan motor. Tapi sayang, kebersihan kota ini kurang terjaga. Bagiku sih memang agak susah ngaturnya, karena kota ini memang banyak memiliki sungai. Tanahnyapun mayoritas rawa. Makanya hampir semua rumah disini berbentuk panggung.
Sebenarnya dinas di luar Jawa bukan suatu masalah jika kita masih bujangan. Tapi kalo sudah punya keluarga, gimana? Pastinya akan dihadapkan pada pilihan : membawa serta keluarga atau tidak? Untungnya hal ini sudah kami antisipasi jauh-jauh hari. Aku dan istri sudah sepakat untuk menjadikan Jakarta sebagai home base. Artinya, jika aku dinas di luar Jakarta, maka aku yang harus wira-wiri pulang ke rumah. Paling tidak sampai anak-anak sudah cukup dewasa untuk mengatur dirinya sendiri. Yang jelas semua keputusan pasti mengandung konsekuensi. Pun demikian dengan hal ini, konsekuensinya adalah banyak uang tersedot untuk biaya transportasiku. Jadi demi penghematan anggaran APBN, maka selama di Banjarmasin aku putuskan 2 minggu sekali aku pulang ke Jakarta.
Yah semoga semua baik-baik saja selama aku dinas di Banjarmasin. Beruntung aku punya istri yang sabar. Yang bisa membimbing anak-anak selagi aku tidak ada disampingnya. Selain dia harus memikirkan pekerjaan di kantornya. Terima kasih istriku....